Friday, February 11, 2011

FDR: The One I Thrice Ignored!


Hi all,

Baru tadi sore gue membuat postingan terbaru. Dan sekarang, entah kenapa.. tiba-tiba saja tangan gue bergerak mengambil laptop lalu membuka blog ini kembali untuk bercerita.

Sebelumnya gue baru saja pulang dari undangan pernikahan yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal gue sekarang ini. Di resepsi pernikahan tadi kalau boleh gue bilang: gak jauh beda dengan pesta pernikahan lainnya yang pernah gue datangi. Mulai dari dekorasi interior yang identik dengan bunga, pelaminan, makanan yang disajikan dan sampai ke konsep pakaian yang dikenakan mempelai pun rasanya memang hampir sama dengan acara serupa lainnya.

Namun yang membedakan pernikahan tadi dengan pernikahan-pernikahan sebelumnya yang pernah gue hadiri adalah mempelai yang sedang duduk diatas pelaminan tadi. Ya, inilah yang membuat dan menjadikan pesta tersebut begitu spesial. Terasa sekali kesan yang mendalam ketika tadi gue memasuki ruangan (ballroom) pesta dan pandangan gue langsung tertuju ke arah dia. Seseorang yang memang belakangan ini selalu mengisi keseharian gue. Ada perasaan sedih dan bahagia ketika berada diantara keramaian pesta tersebut. Apa mungkin ini yang biasa disebut "Blue Happiness"?

Well,
terlepas dari rasa itu. Akhirnya gue pun bisa tersenyum indah ketika diharuskan mencoba untuk ikut larut dalam kebahagiaan setiap orang yang berada di dalam ruangan itu. Bagaimanapun juga, gue sangat menghargai perjuangan dia dalam meruntuhkan keyakinan gue yang tadinya sama sekali tidak pernah ada niat dalam memberikan kesempatan ke dia untuk mengenal gue lebih jauh lagi.

"FDRY",...
Gue gak tau harus mulai dari mana untuk menceritakan awal perjalanan hubungan kami berdua sampai saat ini. Yang jelas, kami dipertemukan (oleh salah seorang teman yang kebetulan mengenal kami berdua) dalam suatu acara ulang tahun di pertengahan tahun 2005 lalu. Konsep acara yang hanya sekedar makan malam bersama itu, membawa kami ke dalam suatu bentuk perkenalan baru. Berteman memang belum, karena saat acara tersebut masing-masing dari kami datang sebagai teman dari undangan yang sebenarnya. Jadi perkenalan kami pada saat itu hanya sebatas mengenal dan sekedar tahu saja.

Jujur, ketika awal perkenalan itu dan beberapa hari setelahnya, gue tidak tahu banyak tentang kehidupan dia dan lebih daripada itu, rasanya gue pun sama sekali tidak tertarik untuk ingin mengenalinya lebih jauh lagi. Meskipun teman yang gue temani datang ke acara tersebut ternyata menaruh harapan besar saat memperkenalkan kami.

Harus gue akui, dia tidaklah buruk dalam hal penampilan. Bahkan jauh dari itu, fisiknya memang indah untuk dilihat. Wajar saja kalo informasi yang gue dengar dari teman yang memperkenalkan kami saat itu (meskipun tanpa gue minta) mengatakan kalau banyak yang menaruh hati atas pribadinya.

Sebulan setelah pertemuan itu. Kami pun tidak pernah berjumpa lagi. Pertemuan kedua yang tidak pernah kami rencanakan sebelumnya pun kembali terjadi ketika gue bersama teman-teman gue yang lainnya sedang menghabiskan waktu akhir pekan kami di salah satu klub malam dan tanpa disangka-sangka, dia pun ada disana bersama teman-temannya. Alhasil, dua kubu yang tadinya datang terpisah itu pun berbaur menjadi satu pada satu lingkaran meja yang sama.

"Hey, Andra kan? Apa kabar?" gue sedikit tertegun sembari mencoba untuk mengingat-ingat kembali siapa orang yang sedang menghampiri, mengulurkan tangan dan langsung duduk disebelah gue saat itu. Untuk ukuran teman baru yang biasa saja, waktu sebulan memang cukup membuat diri gue sedikit kebingungan dalam mengembalikan ingatan gue. Dalam hitungan beberapa menit, dia pun kembali menceritakan awal pertemuan kami. Saat mengucapkan nama sebuah tempat makan (Atmosphere) dimana kami berkenalan sebulan yang lalu itulah yang akhirnya bisa mengembalikan ingatan gue.

Dari pertemuan kedua tersebut, waktu yang kami habiskan terbilang cukup lama mengingat dia duduk disebelah gue dan kebetulan, setiap pembicaraan yang dia lemparkan saat itu memang membuat gue tertarik. Disanalah kami, dua orang clubbers yang menghabiskan waktu clubbing mereka dengan hanya berbagi tentang film, musik jazz, buku dan apa saja yang sekiranya menarik untuk dibicarakan. Ya, itulah kami.. yang saat itu bukannya ikut hanyut dalam dentuman musik yang dimainkan DJ tapi malah berbagi hal-hal lain diluarnya. Ironis memang!

Seminggu setelah pertemuan kedua itu, dia menelepon dan gue cukup kaget dengan kejadian itu mengingat gue tidak pernah memberikan nomer telepon gue ke dia dan begitu pun dia, tidak pernah menanyakan nomer telepon gue dan memberikan nomer telepon dia sekalipun. Setelah intens berbulan-bulan melakukan komunikasi dan beberapa kali bertemu, dia pun mulai berani membicarakan soal hati.

Hal itu sama sekali tidak gue inginkan. Karena saat itu, gue baru saja putus dari mantan gue setelah hampir 3 tahun lamanya berhubungan dan yang gue hanya inginkan adalah sendiri dulu sampai pada waktu yang juga tidak mau gue targetkan. Menikmati kehidupan "single" tanpa harus diribetkan dengan urusan-urusan percintaan adalah salah satu resolusi gue pasca putus.

Dan yang membuat gue kaget, beberapa hari setelah mendengar alasan-alasan gue tersebut dia bukannya mundur malah terus menerus menciptakan frekuensi komunikasi yang lebih intens. Setahun pertemanan kami, keintensitasan itu mulai sedikit berkurang. Banyak kejadian diluar kami yang mungkin lebih menyita perhatian.

Gue dipertemukan dengan seseorang, dan begitu pun dia.
Gue coba untuk lebih fokus ke orang yang saat itu memang hanya menjalani hubungan tanpa status bersama gue sementara dia mencoba untuk lebih serius dengan kekasih masa depannya itu. Hubungan yang tadinya hanyalah sekedar HTS'an saja itu pun akhirnya berkembang menjadi hubungan yang lebih serius. Dan hal inilah yang membuat dia yang awalnya masih rajin berkomunikasi dengan gue meskipun kami sudah memiliki pasangan masing-masing menjadi tidak sama sekali.

Di awal 2008, hubungan gue kembali kandas dan harus berakhir dengan yang namanya perpisahan. Dan sebaliknya, hubungan dia bersama kekasih masa depannya itu terlihat jauh lebih serius. Pasca putus inilah, tiba-tiba saja dia kembali melakukan komunikasi yang intens dengan gue. Banyak semangat yang gue pelajari dari diri dia. Selalu memberikan aura positif yang tanpa gue sadari, hal itu menjadi sesuatu yang membuat gue kembali ke kehidupan gue sebelumnya.

Hubungan kami terus terjalin sampai dimana di akhir tahun dia kembali mencoba membicarakan tentang urusan hati dan kondisinya saat itu, gue sendiri masih dibingungkan dengan pilihan ya atau tidak. Berbulan-bulan lamanya gue coba untuk tidak menggubris ajakan hatinya itu sampai akhirnya gue kembali dipertemukan dan menjalin hubungan dengan seseorang di awal 2009 lalu.

Boleh dibilang, hubungan gue dengan seseorang ini sangat serius. Banyak hal yang kami lalui bersama. Entah suka, duka dan super duka sekalipun. Dan anehnya, dia yang tadinya gue sangka akan kembali menghilang seperti saat gue menjalani hubungan gue sebelumnya malah tidak sama sekali. Malah pernah kembali mengutarakan keinginan hatinya namun kembali pula tidak gue gubris sampai dimana hubungan kami menjadi suatu hubungan pertemanan yang tahu akan kondisi masing-masing. Dan dalam pengetahuan itulah, kami masih berteman dan komunikasi masih terjalin meskipun tidak seintens dulu.

Keadaan mulai berubah ketika gue harus dihadapi dengan yang namanya "kebohongan". Setelah 17 bulan lamanya menjalin hubungan, gue menemukan kenyataan bahwa orang yang selama itu gue sayangi dan gue banggakan sebagai seseorang yang bisa menjadi penyemangat gue tengah berbohong dalam hubungan kami. Keterpurukan gue ketika itu pun kembali mempertemukan dan mendekatkan kami berdua.

Saat itulah gue melihat sosok dia yang berbeda. Ada ketulusan yang bisa gue rasakan dari setiap perhatian yang diberikannya. Ada kebahagiaan yang bisa gue lihat dari setiap dia melihat gue yang saat itu sudah jelas tidak sedang berbahagia. Ada kesetiaan yang gue temukan dalam perjalanan pertemanan kami. Tidak banyak yang mau bertahan demi seseorang kalau tidaklah betul-betul dia inginkan. Gue tidak menemukan satupun kejenuhan dalam dirinya ketika menghadapi perjalanan panjang itu. 5 tahun bukanlah waktu yang singkat.

Sebulan setelah akhirnya gue bisa kembali menjadi diri gue seperti yang sebelumnya, Gue pun menyadari kalau selama ini gue selalu mencari kebahagiaan di luar sana tanpa menyadari bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu tidak jauh-jauh. Mungkin ada benarnya pepatah yang mengatakan kalau:  “When one door of happiness closes, another opens; but often we look so long at the closed door that we do not see the one which has been opened for us.”

Pertemanan spesial kami ini terus terjalin sampai sekarang.
Dan hari ini, dia pun akhirnya menikah dengan kekasih masa depannya itu.
Eventhought I had a awkward moment when I saw your happiness and standing with my blue smile at your wedding before,.. I'm happy for you! Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, kawan.. amin.

Dalam perjalanan panjang pertemanan kami inilah harus gue akui kalau dia sudah mengajarkan gue bahwa kesetiaan itu memang ada. Dan gue pun baru mengerti dengan maksud dari kalimat yang selalu dia bisikkan ke telingat gue: "I've Loved You So Long,.."  ya, there is a long way/journey to love someone as long as you have a big patience inside. No matter how the weather cloudy, rainy or sunny. Just keep going!

Sekali lagi, terima kasih.

(Based On A True Story)

No comments:

Post a Comment