Saturday, April 2, 2011

Does Prejudice Exist in Our Lifestyle?



Apa rasanya bila elo didakwa punya penampilan yang "tidak oke" oleh para hakim yang notabene adalah teman, Saudara, Bahkan pacar elo sekalipun? Gue cukup yakin kalo banyak disekeliling kita, atau bisa jadi dalam diri elo sendiri, pernah mengalami kejadian seperti ini. Entah sebagai yang terhakimi maupun yang menghakimi sekalipun.

Ya, banyak sekali kebingungan seseorang untuk berdandan yang sesuai dengan kepribadiannya, nyaman dengan apa yang dikenakannya, mencari tahu apa yang paling pantas untuk dirinya, menyenangkan egonya dan bukan orang lain, kemudian baru mengikuti trend yang hanya berperan sebagai sentuhan terakhir.
Berulang kali gue menemukan percakapan-percakapan yang sering terjadi antara dua orang atau lebih yang seringkali mengeluarkan bunyi-bunyian seperti ini :

" Elo gak cocok deh pake ini", atau
"Menurut gue kayanya mungkin merah lebih pas buat kulit elo yang putih deh",

Ada lagi yang bunyinya begini:

"Cowok koq pake gituan sih, elo dandan apaan tuh, gak salah?" atau
"Gak jaman sekarang pake brief, boxer doooonk,
"Beli iPad donk, laptop udah ketinggalan jaman tuh!" 
"Handphone loe udah jadul, ganti Blakberry deeeh biar gaul!"
"Koq loe ke dokter kulit ini sih? Ke dokter langganan gue aja.. terkenal loh, banyak artis yang kesana" bla bla bla,......

Bunyi-bunyian seperti diatas, apapun maksudnya untuk diucapkan, sengaja atau tidak disengaja, dibawah pengaruh alkohol atau dibawah niat yang baik seperti malaikat penolong sekalipun,
adalah palu hakim dalam bentuk suara yang lebih dominan dalam menentukan pribadi kita masing-masing. Guilty as charge!
Sayangnya, yang membuat gue heran, vonis dijatuhkan justru bagi mereka yang berhasil menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya lewat cara mereka berpakaian  dan bukanlah sekedar korban mode atau latah belaka.
Well, demikianlah yang sering terjadi di dalam taman pergaulan kita. Menjadi seseorang yang punya jiwa bebas adalah sebuah hal yang sulit dilakukan. Belum lagi mengingat menjadi manusia pengikut adalah sebuah takdir untuk kita.
Mereka yang memilih pakaian atau cara berpakaian yang melawan arus,
misalnya: Semua pergi ke salon dengan memotong rambut mereka dengan gaya rambut yang lagi "in" saat ini dan dia sendiri tidak, atau beramai-ramai datang ke dokter gigi untuk memasang kawat gigi, demi gaya semata, dan dia tidak. Atau, semua memakai pakaian yang bermodelkan vintage, celana hipster dengan boxer dikeluarkan dan dia masih saja asyik dengan jeans belelnya, bela-belain membeli handphone blackberry mengingat hampir semua orang memiliki handphone tersebut sementara dia masih saja bertahan dengan handphone model lamanya, bla bla bla.. Pokoknya semua yang lagi ngetrend saat ini dan dia tidak! Yang menjadi pertanyaan gue: Apa "dia" dapat elo katakan sebagai "Kampungan"? Jawabannya tidak !
Tidaklah dapat dengan mudahnya elo mengatakan mereka (dia) sebagai orang yang kampungan, tak tanggap dengan model terbaru, tidak sensitif terhadap trend dan masih banyak suara persahabatan yang bisa saja keluar dari mulut kita.
Persahabatan? Itulah yang juga sering menjerat seseorang di dalam menentukan apa yang hendak ditampilkan mereka lewat pakaian. Itulah penyebab mengapa elo sering melihat banyak orang-orang kembar yang berkeliaran di mal-mal, jalan dan tempat-tempat tongkrongan dengan style yang sama semua! Layaknya kloningan, mereka semua hampir sama di penglihatan mata elo.
Hanya karena beberapa alasan: Sekedar ikut-ikutan, Tidak mau kalah dengan yang lain, takut diberi predikat kampungan atau predikat "Gak begaul loe!" atau apapun itu.  Hal ini membuat eksistensi seseorang kadang menjadi kabur sama sekali, menjadikan mereka seperti sudah tidak tau siapa diri mereka, tidak tau lagi "their own needs and their own wants". Menyedihkan sekali, Bukan?
Mungkin ada perasaan superior dalam memakai barang yang mahal dan hanya dipakai oleh segelintir orang, atau ada perasaan pe-de dalam memakai barang-barang yang lagi trend saat ini.
Tapi coba tanyakan pada diri elo, Apakah membeli dan mengikuti mode yang ada adalah didasari dengan sebuah kebutuhan yang sama, antara elo, teman (sahabat), bahkan pacar atau pasangan elo sendiri?
Disini gue sama sekali tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa masukan tidak boleh disuarakan. Tidak ! Apalagi dari suara persahabatan, suara pacar dsb.. Itu semua sah-sah saja.
Tetapi harus diingat, keputusan ada ditangan setiap orang dan keputusan yang diambil dan diwakilkan dalam bentuk penampilan itu tidaklah bebas dari lingkungan sosial mereka, keadaan keuangan, latar belakang dan pendidikan dan yang paling terpenting ya itu tadi, "needs and wants" setiap pribadi masing-masing.

Bukan needs and wants persahabatan, bukan needs and wants trend fashion yang lagi "in" sekarang ini, bahkan bukan pula needs and wants pacar elo sendiri, but it's all about yours! Dan gue percaya kalau hasil akhirnya akan berbeda dalam diri setiap orang.

Gue yakin bila itu semua terjadi, maka ilustrasi penghakiman hanya akan kita jumpai dan bisa terjadi di dalam ruang pengadilan saja sebagaimana mestinya.

No comments:

Post a Comment