Thursday, May 31, 2012

Dunia + Kehidupan = Ilusi Dari Tuhan


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6ZoUWDUraXSDPEeVR9gwAy3KjIkfjWRdree5iT-JwyuZhqc30tI8g6RRKF8KqYchITdpok05H3wCpnuSMc3ry_h_AdxUwaLNfelt3ZwZ6eS1EJvpax8ryMG-AK_j6n1OdKUk06Lz3loc/s1600/sad_1.jpg

"Believe that life is worth living and your belief will help create the fact." (William James).

Selama perjalanan hidup, terkadang kita menemukan banyak kemunduran dan kesulitan. Beberapa orang merasa sakit hati, bingung, atau bahkan sedih. Beberapa merasa seperti tersesat dan tidak bisa keluar untuk jangka waktu yang cukup lama.

Saat menenangkan diri, kita coba tanyakan pada diri sendiri: mengapa manusia harus menjalani kesulitan dengan cara ini? Seorang teman gue pernah berkata bahwa segala sesuatu yang terjadi didalam kehidupan kita selalu berhubungan erat dengan takdir yang ada di belakangnya. Ini sungguh-sungguh benar! Semuanya disebabkan oleh hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan hasil dari kejadian yang kita alami sehari-hari. Selain itu, banyak orang bijaksana menyadari bahwa dunia ini adalah sebuah tempat ilusi dan lingkungan yang diciptakan Tuhan untuk membantu orang membayar hutang karmanya. Hanya setelah membayar hutang-hutangnya selama proses reinkarnasi dalam dunia, mereka dapat suatu saat kembali ke rumah sesungguhnya mereka, tempat yang jauh lebih baik. Kehidupan setelah kematian! Dari perspektif ini, tidak selalu berarti buruk apabila seseorang mengalami penderitaan dan menghadapi kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupannya.

Ketika mengalami sesuatu kejadian yang buruk, jika kita dapat melihat ke dalam dan menganggapnya sebagai sebuah kesempatan untuk membayar kesalahan diri sendiri, maka kita akan menjadi semakin dewasa. Lalu kejadian tersebut tidak akan terjadi dengan sia-sia. Pada kenyataannya, kita akan selalu dapat menangani hal-hal yang baik maupun buruk sekalipun dengan cara yang sederhana jika kita menggunakan kemampuan dan kebijaksanaan. Dalam sebuah artikel yang pernah gue baca, seorang kultivator menulis, “Kesederhanaan adalah salah satu jenis kebijaksanaan." Menurut pendapat gue, kesederhanaan tidak hanya merupakan bentuk kebijaksanaan namun juga merupakan manifestasi dari kemampuan dan alam  pikiran seseorang. Setiap kali menghadapi sesuatu, jika kita mampu berpikiran jernih terhadap apa yang harus dihargai dan apa yang harus dilepas, maka kita akan mampu menangani segala sesuatu hal dengan belas kasih, bukan dengan cara emosional. Dengan cara ini, banyak hal dapat ditangani dengan lebih baik. Dari perspektif lain, anggaplah sesuatu yang negatif dan yang terjadi didalam hidup dan menyebabkan kita menderita, kita harus mengambilnya sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri sendiri atau bahkan lebih. Hanya dengan demikian kita dapat memanfaatkan peluang terbaik dan melangkah lebih baik di kemudian hari.

Jika seseorang dapat tetap tenang meski mendapat gangguan lingkungan luar, berarti pemahaman mereka memang sangat tinggi. Oleh karenanya, mereka dapat memusatkan pada hal-hal yang sedang mereka lakukan dan tetap berpikiran jernih. Ketika seseorang menjalani kehidupan duniawi namun pikirannya di luar itu, hidup akan terasa berbeda. Ketika penderitaan dan godaan datang, mereka dapat terasa berat. Namun, ketika melihat kembali ke belakang setelah melewatinya, kita mungkin akan menilai keseluruhannya itu sebenarnya adalah hal yang sepele.

Oleh karena itu, terlepas dari seberapa rasa sakit dan kesulitan yang kita temui didalam perjalanan hidup, kita harus selalu bisa menjaga sikap positif dan tetap semangat. Bila ini dapat tercapai, kita akan menjadi orang yang lebih dewasa dengan hati penuh harapan dan bercahaya, bukan merasa sedih dan tersakiti, dan akan berdampak perubahan mendasar dalam satu pemahaman tentang kehidupan. Dari sana seseorang akan benar-benar mengerti apa arti kebahagiaan itu dan menyadari  pentingnya memiliki sebuah pikiran yang penuh dengan belas kasih. Agar orang lain menjadi percaya dan dapat memaafkan kita, kita harus bersikap percaya dan memaafkan orang lain terlebih dahulu. Dengan cara ini, kita akan memiliki jiwa yang positif terhadap hidup yang diberikan Tuhan dan membawa diri selalu dengan senyuman di dunia kita sebagai manusia.

Kita tidak selalu dapat mengerti mengapa sesuatu terjadi begitu adanya, tetapi gue yakin akan satu hal, Tuhan selalu beserta kita (Immanuel) dan akan ada sesuatu yang indah didalam setiap rencana-Nya.

Monday, May 28, 2012

"Anakku, Ijinkanlah Bapak Menikah Lagi."


"Children aren't happy with nothing to ignore, and that's what parents were created for." (Ogden Nash)

Apa yang terjadi saat elo mendengar bahwa ayah/ibu kalian ingin menikah kembali setelah kehilangan pasangan mereka (meninggal)? Kaget, kecewa, sedih bahkan marah bisa saja muncul dalam diri kita saat itu. Yang pasti diawal mendengar itu semua, gue sangat yakin kalau ada penolakan yang entah bisa kita ekspresikan langsung maupun hanya bisa kita simpan di dalam hati saja begitu mendengar keputusan orangtua kita tersebut.

Disinilah kita sebagai anak  harus dengan bijak dan penuh kasih sayang mengingatkan orang tua agar berhati-hati dalam memilih pasangan hidup, sebab jika keliru memilih masa tua yang seharusnya akan dilewati dalam ketenangan dan ketentraman malah bisa berubah menjadi kawah yang mendidih dan mengerikan baginya. Bahkan Ada kalanya keputusan untuk menikah kembali ini kadang tidak dapat diterima keluarga namun sering juga keputusan ini justru menimbulkan akibat yang tidak mengenakkan keluarga (anak-anak dan cucu)  dan bahkan dapat mengguncangkan keutuhan keluarga. Kedewasaan dalam menyikapi hal ini nantinya akan meningkatkan kualitas diri dan membuahkan keberkahan untuk semua orang yang ada didalam keluarga.

Menikah lagi memang hak orangtua. Apalagi jika memang salah satu di antara mereka telah wafat atau sudah tidak bisa menjalankan kewajibannya. Namun, pernikahan tentu tak hanya melibatkan mereka yang akan menikah. Ada anak-anak yang tak bisa diabaikan hak dan perasaannya, juga ada keluarga besar yang selama ini menaungi ikatan pernikahan. Ini tentu merupakan hal yang harus dipertimbangkan oleh orangtua yang memutuskan menikah lagi.

Di sinilah dibutuhkan kedewasaan antara orangtua yang hendak menikah kembali, anak –apabila dia telah mencapai usia dewasa, dan pihak keluarga besar. Kedewasaan orangtua yang hendak menikah kembali tentu merupakan hal yang terpenting dalam hal ini. Tentu tidak ada larangan bagi orangtua yang hendak menikah lagi pasca perpisahan dengan pasangannya. Akan tetapi, hal yang sangat perlu diperhatikan adalah kondisi anak yang akan menerima pasangannya sebagai orang dengan titel orangtua tiri.

Karena itu, sangat penting untuk juga memperhatikan pendapat anak tentang kriteria calon pendamping yang akan dipilihnya. Jangan sampai apa yang diharapkan menjadi kebaikan bagi pihak orangtua justru adalah mimpi buruk bagi anak. Di sisi lain, kedewasaan anak –apabila dia telah memasuki usia dewasa, pun sangat diperlukan. Bila memang orangtua telah menunjukkan komitmen untuk menikah lagi demi menjaga kehormatan dan kebaikan bersama, maka tidak ada alasan bagi anak untuk menghalangi niatan orangtua menikah kembali. 

Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah kedewasaan pihak keluarga besar dalam menyikapi keinginan anggota keluarga untuk menikah lagi. Salah satunya adalah menjadi penengah antara orangtua yang akan menikah kembali dengan anaknya. Hal ini sangat membutuhkan kedewasaan dan kelapangan hati yang luar biasa, karena keluarga besar dalam hal ini tak boleh berpihak pada salah satu pihak dengan tendensi apa pun.

Selain itu, keluarga besar juga diharapkan mampu menjadi tempat yang paling nyaman, terutama bagi anak ketika berada dalam masa adaptasi dengan orangtua tirinya. Anak juga diharapkan mendapatkan masukan-masukan positif dari pihak keluarga, sehingga dia akan cepat berlapang dada sekaligus menyesuaikan diri dengan kondisi baru orangtuanya.

Namun demikian, orangtua yang akan menikah kembali, tentu harus memiliki persiapan yang lebih untuk menjemput kehidupan baru yang akan mengubah perjalanan diri dan keluarganya tersebut. 

Siapapun yang memutuskan untuk menikah kembali tentu memiliki harapan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dibandingkan dalam pernikahannya terdahulu. Harapan ini tentu harus dibarengi dengan kualitas diri yang lebih baik dibandingkan dengan kualitas diri di pernikahan sebelumnya. Orangtua harus memiliki kematangan emosi yang lebih baik dan kepribadian yang lebih dewasa, disamping kemampuan finansial yang lebih kuat. Hal ini penting karena kualitas dan kuantitas masalah yang akan dihadapi pun akan lebih kompleks dibandingkan pada pernikahan pertama.

Akan tetapi, orangtua harus optimis bahwa kondisi ini tetap dapat terjalani dengan baik. Salah satunya dengan berempati pada apa yang dirasakan oleh anak serta berusaha memahami sudut pandang anak dalam menyikapi pernikahannya. Berbekal empati, orangtua tidak akan cepat berburuk sangka pada anak maupun keluarga besar. Sehingga ketika anak merespon pernikahannya dengan sikap yang buruk sekalipun, orangtua tetap dapat membuka dialog dengan anak dan siap menerima alasan yang mendasari sikap anak.
Setiap orang tentu berhak memilih respon seperti apa yang diambilnya dalam menyelesaikan masalah. Namun, kecerdasan orangtua dalam mengelola emosi sekaligus tindakan apa yang akan diambilnya, bukan mustahil akan membuat anak juga akan belajar memahami keputusan orangtuanya dan membuka hati melihat kebaikan yang terkandung di dalamnya.

Satu hal yang terpenting, orangtua pun harus menunjukkan pada anak dan keluarga besar tentang tujuan pernikahan yang dilakukannya. Bila keputusan untuk menikah lagi didasari oleh tujuan-tujuan mulia di jalan Tuhan, maka orangtua harus berusaha menunjukkan kepada anak bahwa segala kondisi yang terjadi saat ini, semata adalah sarana mencapai tujuan tersebut. Berteguh-hatilah dalam proses pembuktian tujuan ini karena sedikit saja orangtua mengambil sikap yang tak semestinya, maka anak akan menganggap keputusan menikah lagi, tak lain hanya untuk kepentingan pribadi saja.

Pertanyaan-pertanyaan yang perlu diajukan oleh anak saat Orang Tua kita Mau menikah lagi?

Setelah kita sebagai anak mengamati serta mengopservasi dengan cinta kasih dan ketulusan hati  tentang hubungan orang tua kita dengan calon pasangan hidupnya maka cobalah tanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada diri kita sendiri, ataupun kepada Orang tua kita pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
  • Apakah motivasi pasangannya itu menikah dengan orangtua kita? Perlu kita sadari dan orang tua kita sadari bahwa ada sebagian orang  yang sengaja menjebak orang untuk menikah dengannya karena motivasi atau alasan-alasan: ekonomi, financial yang mendesak, alasan kebutuhan seksual saja, alasan kesepian, alasan kebutuhan akan seseorang yang dapat mengurus rumah saja,  atau alasan keliru lainnya. Alasan-alasan seperti itu boleh boleh saja ada tetapi tidak boleh menjadi alasan tunggal mengapa orangtua mau menikah. Tugas kita sebagai anak harus  bisa semaksimal mungkin  memastikan bahwa calon yang dipilih orang tua kita adalah benar-benar orang yang sungguh-sungguh mengasihi orangtua kita  hingga akhir hanyatnya.
  • Yang kedua Apakah orangtua kita dan pasangan yang dipilihnya benar-benar siap untuk menghabiskan masa tua bersama, dimana masa itu adalah masa yang penuh dengan keterbatasan fisik, masa dimana makin tua makin banyak kemungkinan sakit penyakit, pertanyaan kita adalah apakah mereka siap bukan untuk bersenang-senang  tetapi untuk saling merawat dan memberi dukungan diusia senja?
  • Perlu kita sadari ada orang yang ingin menikah dengan orang tua kita dengan tujuan untuk bersuka-suka seperti orang muda, dia lupa bahwa dalam jangka waktu yang singkat  orang tua akan mengalami penurunan kondisi fisik dan berakibat pada penurunan kesehatan yang drastis. Maka kita sebagai anak harus pastikan  apakah keduanya siap untuk hidup dalam segala keterbatasan itu?
  • Apakah orangtua kita telah memilih pasangan hidup yang sunguh-sungguh tepat baginya?  Apakah usianya tidak jauh berbeda,  apakah mereka  telah melewati masa berkenalan yang cukup dan tidak terburu-buru? Dan Apakah dia pasangan yang benar-benar beriman dan seiman?
  • Apakah pasangannya (yaitu calon orang tua kita)  itu dapat menerima kita yaitu anak cucu dan  saudara sebagai bagian dari keluarganya? Atau Apakah justru sebaliknya, dimana dia berusaha memisahkan kita dari orangtua kita yang kita cintai?
Terakhir, yakinlah bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang didapat tanpa perjuangan dan kesabaran. 

Memang sulit rasanya disaat orang tua kita yang notabene duda/janda mau menikah lagi. Apalagi latar belakang perpisahan/ditinggalkan dari pasangan hidup itu dalam kematian dan belum genap dalam hitungan tahun akan kematian itu, tentunya sebagai orang yang punya nalar akan kaget sekaligus marah, gusar dan perasaan lain campur tak karuan. Itulah yang terjadi dalam diri gue sekarang ini.. Terlebih didukung dengan adanya kenyataan bahwa perempuan yang akan dinikahi itu masih belum jelas keberadaan dirinya untuk nantinya bisa dijadikan sebagai panutan oleh gue dan kakak-kakak.

ah, entahlah.. kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti.

bersambung..

Tuesday, May 1, 2012

Trauma Barotrauma!


Rasanya sudah lama sekali gue tidak mengunjungi blog ini untuk menulis cerita-cerita yang biasanya gue ambil dari pengalaman atau kejadian-kejadian seru disekitar gue. Lima bulan sudah sejak tahun baru kemarin gue kehilangan semangat dalam menulis. Hal ini disebabkan karena penyakit yang baru saja sembuh dari telinga gue, sejak Januari lalu.

Bulan Desember tahun kemarin gue sekeluarga berlibur ke Tana Toraja, Sulawesi Selatan demi berkumpul dan merayakan Natal bersama keluarga besar kami lainnya disana. Perlu dijelasin kalau perjalanan kesana tidaklah mudah seperti kota-kota wisata lainnya. Berhubung Tana Toraja adalah kota paling ujung di sebelah utara Sulawesi Selatan yang dikelilingi medan yang sangat tidak mudah untuk dilalui memakai pesawat, maka perjalanan darat menuju kesana bisa memakan waktu kurang dari delapan jam. Itupun kalau cuacanya mendukung! Seperti yang kita ketahui, di Indonesia, bulan Desember adalah bulan yang setiap harinya selalu didatangi hujan. Begitu pun yang terjadi saat perjalanan gue kesana.

Cuaca di Tana Toraja sendiri sangatlah dingin dan berkabut dimana-mana, hal ini tentu saja membuat jaket, sweater, mantel dan teman-temannya hampir dipakai setiap hari oleh semua orang yang berada di dalam kota ini. Seminggu disana, perjalanan pulang kami pun kembali menempuh medan dan jarak tempuh yang sama, dan kali ini berhubung hujan dan kabutnya lebih parah dari perjalanan datang sebelumnya, maka kami menghabiskan lebih dari 12 jam di jalan. Nah, kebayangkan gimana ribetnya?

Saat perjalanan pulang menuju Makassar, tiba-tiba saja telinga bagian kanan gue menutup. Kalau kata orang sih, mendadak bindeng. Hal ini sempat membuat gue panik dan sangat tidak nyaman karena pendengaran pun menjadi sedikit budeg. Namun berhubung gue sering mengalami hal ini saat setiap melakukan perjalanan jauh dengan mobil maupun pesawat, maka gue mencoba menganggapnya sebagai suatu hal yang tidak serius. Toh, ntar juga sembuh dengan sendirinya kalau sudah tiba di tempat tujuan.

Sesampainya di Makassar, bindeng yang gue rasakan belum juga hilang. Sehari, dua hari, tiga hari sampai gue balik ke Bandung pun bindengnya tidak mau hilang. Semua saran dan anjuran orang sudah gue ikuti. Mulai dari mengumpannya dengan memasukkan air hangat terlebih dahulu lalu membalikkannya sambil digoyang-goyangkan, menguap, ngemil permen sebanyak-banyaknya bla bla bla.. sayangnya, semuanya gak mempan! Telinga sebelah kanan gue berasa semakin tertutup. Seminggu setelah gue merasa kalau hal ini mulai sangat mengganggu, gue coba untuk membawanya ke dokter spesialis THT terdekat. Dari keluhan-keluhan yang gue sampaikan ke pak dokter, dia pun mengambil kesimpulan kalau gue positif terkena "Barotrauma". Keren amat ya, namanya! Menurut pak dokter, penyakit ini sering dialami oleh pilot, pendaki gunung dan penyelam. Sayangnya, gue sama sekali bukan salah satu dari ketiga jenis profesi yang disebutkan pak dokter tersebut. Barotrauma yang gue alami terjadi akibat cuaca ekstrim sehingga menimbulkan flu yang tidak sempat keluar akibat adanya lendir yang menumpuk diantara saluran telinga menuju saluran hidung gue. Setelah diberi resep obat, dia menganjurkan gue untuk kembali lagi jika dalam waktu seminggu bindengnya masih belum terbuka.

Dengan bermodalkan pendengaran yang ala kadarnya, gue pun coba membiasakan diri dalam menjalani segala aktifitas hari gue tanpa merasa terganggu dengan penyakit ini. Meskipun sebenarnya gue sangat sangat terganggu! Sejak saat itu, kebiasaan aneh pun mulai muncul. Gue mulai sering dengan tanpa sengaja menggoyang-goyangkan leher gue kesebelah kanan, berharap bindengnya bisa terbuka. Kebiasaan ini sering dijadikan candaan oleh teman-teman sekitar.

Setelah melewati seminggu dan obat yang diberikan dokter pun sudah mulai habis, bindengnya masih saja belum mau terbuka. Gue pun semakin parno! Berdasarkan saran teman-teman terdekat, gue coba periksain ke dokter yang lain, dan melakukan beberapa kali terapi telinga secara rutin dalam dua minggu namun hasilnya pun masih tetap sama, seminggu, dua minggu bahkan genap sebulan, bindeng di telinga kanan gue belum mau hilang juga. Gue semakin panik dengan keadaan ini. Paranoid akan adanya penyakit-penyakit dalam lainnya yang terselubung pun mulai bermunculan dalam otak gue saat itu. Gue cuma bisa pasrah dan membiasakan diri dengan kebindengan yang gue alami. Rasanya seperti hidup didasar lautan yang paling dalam!

Empat bulan lamanya gue hidup dalam barotrauma, dan rasanya itu sangat tidak mengenakkan. Sangat tidak nyaman! Anehnya, setelah gue mulai menyerah untuk konsultasi ke dokter dan membiarkannya, tiba-tiba saja bindengnya kebuka dan saat itu rasanya seperti baru keluar dari dalam laut. Senangnya minta ampun.. Gue sembuh! Sejak kejadian ini, gue jadi suka parno setiap akan melakukan perjalanan jauh dengan pesawat ataupun mobil yang lewat dari dua jam.

Ditulisan gue kali ini, gue cuma mau berbagi kejadian dengan memberikan informasi tentang penyakit barotrauma agar hal yang baru saja gue alami ini tidak terjadi ke elo semua. Khususnya buat kalian yang sering melakukan perjalanan jauh.

Apa itu "Barotrauma"?
Barotrauma adalah gangguan telinga yang terjadi akibat adanya perubahan-perubahan tekanan udara di antara telinga bagian luar dan telinga bagian tengah yang dipisahkan oleh gendang telinga. Gendang telinga merupakan pemisah antara saluran telinga dan telinga bagian tengah. Jika tekanan udara di dalam saluran telinga tengah tidak sama, maka bisa terjadi kerusakan pada gendang telinga. Dalam keadaan normal, tuba eustakius (yang merupakan penghubung antara telinga tengah dan hidung bagian belakang) membantu menjaga agar tekanan di kedua tempat tersebut tetap sama dengan cara membiarkan udara dari luar masuk ke telinga tengah atau sebaliknya.

Apa penyebabnya?
Penyebab terjadinya barotrauma adalah penyumbatan pada tuba eustakius. Jika tuba ini mengalami penyumbatan total akibat adanya jaringan parut, infeksi atau alergi, maka udara tidak akan sampai ke telinga tengah dan terjadilah perbedaan tekanan atau yang sering kita kenal dengan istilah bindeng.

Faktor resiko terjadinya barotrauma adalah:
  • Perubahan ketinggian: Misalnya penerbangan, menyelam atau bepergian ke daerah pegunungan.
  • Hidung tersumbat akibat alergi, pilek atau infeksi saluran nafas atas.
Apa saja gejalanya?
Penderita akan merasakan nyeri pada salah satu atau kedua telinganya, yang disertai dengan hilangnya pendengaran yang sifatnya ringan. Penderita juga akan merasakan telinganya penuh dan kepala terasa pusing. Jika keadaannya berat atau berlangsung lama maka ketulian pun bisa bertambah semakin berat, penderita akan merasakan adanya tekanan di dalam telinganya dan mungkin akan terjadi pendarahan pada hidung.

Apa saja diagnosanya?
Diagnosis ditentukan berdasarkan gejala-gejalanya. Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop akan tampak penggembungan ringan atau retraksi (tarikan kedalam) pada gendang telinga.

Apa saja pengobatannya?
Jika selama mengikuti penerbangan atau perjalanan jauh, perubahan tekanan terjadi secara tiba-tiba yang menyebabkan rasa penuh atau nyeri di telinga, maka untuk menyamakan tekanan di telinga tengah dan mengurangi rasa nyeri bisa diatasi dengan:
  • Menguap
  • Mengunyah permen karet
  • Mengisap permen
  • Menelan 
Mengunyah atau menelan bisa membantu membuka tuba eustakius sehingga udara bisa keluar-masuk untuk menyamakan tekanan dengan udara luar. Penderita infeksi atau alergi pada hidung dan tenggorokan biasanya akan mengalami rasa nyeri ketika bepergian jauh dengan pesawat terbang atau saat menyelam. Karena itu tidak disarankan mereka yang sedang mengalami hal tersebut untuk bepergian jauh dan menyelam.

Untuk meringankan penyumbatan dan membantu membuka tuba eustakius bisa diberikan obat dekongestan, misalnya penilefrin dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot.

Bagaimana cara mencegahnya?
Gunakan obat decongestan atau antihistamin sebelum mengalami perubahan ketinggian pada perjalanan jauh. Selama menderita infeksi saluran nafas atas atau selama serangan alergi disarankan agar sebaiknya tidak mengikuti penerbangan, menyelam atau bepergian ke daerah dengan ketinggian yang berbeda-beda.

Well, jangan pernah menyepelehkan bindeng pada telinga.. Segera periksakan ke dokter spesialis jika kalian mengalami hal tersebut.

Semoga keterangan ini bisa bermanfaat!