"Berbahagialah orang yang mati dalam Tuhan sejak sekarang ini, supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” (2 Timotius 4:7).
'Margaretha Manda Patoding' adalah sosok seorang istri, mama, nenek dan saudari yang terkasih yang selalu menjalani keseharian hidupnya dengan sederhana. Ada banyak berkat yang selalu dilimpahkan, ada suka dan duka yang dapat kami nikmati dalam kehidupan bersama, namun tidak dapat dipungkiri dan dihalaukan dengan segala keterbatasan kemampuan dan kelemahan tubuh, penyakit apapun pasti akan selalu datang menghampiri raga setiap manusia. Demikian juga dengan Mama kami tercinta.
Sejak beberapa tahun yang lalu, Fisik Mama memang mulai melemah karena penyakit diabetes yang tidak mau lepas dari dalam tubuhnya. Mama selalu berjuang melawan penyakitnya dengan berbagai macam cara dan karena itulah kami tidak pernah lepas mata dalam memperhatikan kesehatan beliau.
Sejak tinggal jauh dari pandangan beliau. Mama menjadi satu-satunya orang yang selalu ada dalam setiap permasalahan yang gue hadapi. Beliau adalah sosok Mama sekaligus sahabat buat gue dalam menjalani kehidupan yang kata orang-orang diluaran sana, keras.
Meskipun tinggal jauh dan mungkin teramat jauh mengingat jarak antara Jayapura dan Bandung tidaklah dekat. Mama selalu rajin menelpon dan berbagi kabar dengan gue, anak bungsunya. Apa saja yang terjadi dalam kesehariannya entah dirumah, di dalam keluarga, lingkungan sekitar sampai kabar keluarga di kampungpun selalu dia bagikan ke gue. Mungkin pepatah "Jauh dimata, Dekat dihati" boleh berlaku diantara kami.
Adalah bulan Desember setiap tahunnya lah yang selalu menjadi bulan terbahagia diantara kami. Karena di bulan natal itulah, Gue selalu datang dan berkumpul bersama beliau, Ayah dan juga keluarga lainnya. Masih ada dalam ingatan gue, bagaimana Mama selalu sibuk menulis dan memberitahukan daftar pesananan-pesananan natalnya bersama Ayah menjelang kepulangan gue. Dan belum lagi beberapa jam sebelum kedatangan gue, beliau tidak henti-hentinya menanyakan keberadaan gue yang saat itu memang sedang dalam perjalanan menuju rumah. Rumah terindah yang selalu gue kangenin setiap saat.
Dan semua kenangan demi kenangan tentang sosok Mama di dalam ingatan gue itu akan selalu terus ada dan tidak akan pernah hilang meskipun Mama sudah meninggalkan gue. 4 November 2010 adalah tanggal yang tidak akan pernah gue lupakan seumur hidup. Tanggal dimana gue harus dipaksa untuk belajar menerima dan mengikhlaskan kepergian Mama yang sangat mendadak. Keadaan yang sama sekali tidak pernah hadir dalam keinginan gue.
Setelah menghabiskan 2 minggu bersama Mama di natal 2009 lalu, seharusnya akhir tahun ini menjadi akhir tahun kebahagiaan kami kembali karena bulan desember tinggal sebulan lagi. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Tuhan memajukan sebulan lebih awal untuk mempertemukan kami. Dan di dalam keadaan dukacita bukan sukacita seperti yang sudah-sudah.
Gue masih ingat betul ucapan ayah melalui telepon yang membangunkan tidur pagi gue di hari itu. "Pulang nak, Mama sudah pergi,..." ada ketidakpercayaan ketika mendengar berita itu. Gue masih terus berkeyakinan kalau itu hanyalah mimpi. Namun keyakinan gue pun mulai runtuh ketika Kakak laki-laki gue menelpon dan cuma suara tangisan dan terikan kerasnya lah yang gue dengar dari speaker handphone gue. Saat itulah, airmata dan kelemahan gue mulai keluar dan terus menerus menggerogoti fisik gue meskipun gue coba untuk menguatkan diri mengingat perjalananan yang akan gue tempuh menuju rumah tidaklah dekat.
Selama 13 jam perjalanan dari Bandung - Jakarta dan Jayapura, airmata gue terus keluar dengan harapan kalau apa yang yang sudah gue dengar itu tidak betul. Sesampainya di rumah, badan gue pun semakin lemas ketika melihat banyaknya karangan bunga dan keramaian orang-orang berbaju hitam disekitar rumah. Saat itu pula lah, gue sepenuhnya sadar kalau Mama memang benar-benar sudah pergi.
Mama,
Gue tidak bisa mengucapkan kata-kata apapun lagi sewaktu tepat berada di depan jenazah beliau. Air mata, dan pelukan kuat dari diri gue lah yang hanya mewakili perasaan kehilangan gue saat itu. Kehilangan yang mendalam atas kepergian seorang penyemangat hidup gue yang luar biasa.
Sejak datang sampai akhirnya beliau dimakamkan, gue selalu ada disamping Mama. Dan hal itulah yang cukup menguatkan gue. Gue tidak akan pernah menyangka kalau peristiwa dimana Mama melepas kepergian gue kembali ke Bandung selepas natal 2009 dan tahun baru 2010 lalu dengan berdoa bersama di depan teras rumah akan menjadi kenangan terakhir gue bersamanya. Senyuman dan pelukannya yang tulus menyusul lambaian tangannya saat itu akan menjadi lensa terindah dalam hidup gue.
17 Agustus 1945 - 4 November 2010
Selamat jalan Mama tersayang,
doaku akan selalu ada untukmu diatas sana.
kasih sejatimu tidak akan pernah tergantikan di dalam kehidupan saya.
Saya percaya,
apa yang Tuhan buat dan rencanakan adalah baik adanya.
Selamat jalan Mama … Tuhan Yesus menyertaimu.
Dan besok,
25 Desember 2010 serta 31 Desember 2010 mendatang,
akan menjadi hari natal dan ulang tahun gue pertama tanpa Mama.
No comments:
Post a Comment