"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus." (Filipi 2:5)
Tidak
terasa kita sudah hampir sampai pada pertengahan bulan Desember, dan
sebentar lagi kita akan merayakan Natal. Ada yang sudah mengambil cuti
dan sebentar lagi pergi berlibur bersama keluarga, atau bersiap-siap
untuk merayakan Natal dengan pesta bersama keluarga atau teman-teman
terdekat. Ada yang tukar menukar kado dan berbagai bentuk perayaan
lainnya. Dekorasi di pusat-pusat perbelanjaan pun sebagian sudah penuh
dengan ornamen-ornamen yang identik dengan sebuah perayaan Natal. Sebuah
pertanyaan hadir dari seorang teman, salahkah jika kita merayakan Natal
dengan pesta atau bentuk-bentuk perayaan lainnya? Tentu saja tidak.
Kelahiran Yesus sudah sepantasnya kita sikapi dengan sukacita.
KedatanganNya ke dunia ini membawa misi penting untuk menebus kita
semua, sebagai bukti nyata betapa Tuhan mengasihi manusia dan tidak
ingin satupun dari kita untuk binasa. Ayat emas yang sudah tidak asing
lagi bagi kita menuliskan isi hati Bapa akan kasih dan kepedulianNya
terhadap diri kita.
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal." (Yohanes 3:16)
Sukacita hadir di dalam diri kita, dan
sebagai manusia tentu kita akan merayakannya melalui berbagai kegiatan
yang diisi dengan kegembiraan. Tapi kemudian, apakah semangat Natal
hanyalah berbicara atau berkaitan dengan pesta, tukar menukar kado,
mendengar dan menyanyikan lagu-lagu Natal dari artis ternama serta
hal-hal sejenis lainnya saja? Jika itu yang menjadi gambaran bagi kita,
maka itu tandanya kita belumlah sepenuhnya mengerti apa yang seharusnya
menjadi semangat Natal yang sesungguhnya.
Natal adalah saat dimana kita merayakan kelahiran Yesus Kristus ke
dunia. Seperti yang saya sebutkan di atas tadi, Natal ada karena kasih
Tuhan yang begitu besar atas kita, Tuhan merelakan anakNya yang tunggal
turun ke dunia ini, membuatNya turun mengambil rupa sama seperti kita
untuk menebus dosa-dosa kita semua agar kita tidak binasa, melainkan
bisa memperoleh kehidupan yang kekal. Hubungan kita dengan Tuhan
dipulihkan, sehingga hari ini kita bisa "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia" (Ibrani
4:16), merasakan kedamaian berdiam dalam hadirat Tuhan. Ini adalah
anugerah yang luar biasa yang bisa kita nikmati lewat penebusan Kristus. Mari kita lihat bagaimana cara Paulus menggambarkan hal ini dalam Filipi 2. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus"
(Filipi 2:5)
Pertama, lihatlah bahwa Yesus tidak menganggap bahwa
kesetaraanNya dengan Allah harus dipertahankan. Yesus adalah Allah. Tapi
meski demikian, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (ay 6-7), Yesus
mengosongkan diriNya. Maknanya, Dia rela mengambil rupa seorang hamba
dan dilahirkan seperti manusia.
Kedua, Yesus mau merendahkan diriNya
untuk taat sepenuhnya menjalankan misi yang digariskan Tuhan sampai
kepada kematianNya di atas kayu salib. Semua dilakukan demi kita semua
manusia. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."
(ay 8). Ini semua Dia lakukan karena kasih yang begitu besar kepada
kita. Dan bagi kita manusia yang telah ditebus, sudah seharusnya kita
meneladani apa yang telah diperbuat Kristus kepada sesama kita pula. We should think the way He thinks.
Tuhan Yesus memikirkan nasib manusia, karena itulah Natal ada. Jika Dia
memikirkan nasib kita, tidak kah itu berarti bahwa kita pun harus
merepresentasikan itu dengan mengasihi sesama kita juga?
Lewat pertobatan kita meninggalkan kehidupan lama kita yang penuh cacat
dan diperbaharui dalam roh dan pikiran kita dan menggantikannya dengan
sebuah hidup sebagai manusia baru yang telah sesuai kehendakNya dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya sesuai kehendak Tuhan. (Efesus
4:22-24). Be constantly renewed in the spirit of your mind. Roh
kita sudah diperbaharui, maka pemikiran kita pun sepatutnya mengikuti
itu. Ironis sekali jika kita yang seharusnya sudah diubahkan menjadi
manusia baru tapi masih juga belum bisa menanggalkan berbagai pola
pemikiran lama, masih terpusat pada kepentingan dan hal-hal yang
menyenangkan secara pribadi lalu tidak tergerak untuk memikirkan
saudara-saudara kita lainnya yang tengah menghadapi pergumulan berat
terutama menjelang peringatan turunnya Kristus ke dunia buat kita semua
seperti saat ini.
Di saat kita tengah merencanakan dan mempersiapkan berbagai kegiatan
seperti pesta, liburan ke luar kota atau ke luar negeri atau
bentuk-bentuk perayaan lainnya, ada banyak saudara kita yang mungkin
makan sehari sekali saja masih sulit. Ada banyak yang tengah meratap
memohon belas kasih akibat beratnya beban hidup. Ketika Yesus sudah
melakukan itu semua lewat kedatanganNya ke dunia ini, sudahkah kita
merepresentasikan semangat Kristus itu? Apakah kita mau merendahkan diri
kita juga untuk berkorban, melayani dan membantu saudara-saudara kita
yang sedang menderita? Itulah yang menjadi semangat Natal yang
sesungguhnya. Tidaklah salah jika kita merencanakan berbagai perayaan
dlaam menyambut kelahiranNya di dunia, namun jangan lupakan pula
saudara-saudari kita yang tengah membutuhkan uluran tangan dari kita.
Memasuki Natal tahun ini, marilah kita lebih peka dan peduli lagi
terhadap sesama kita. Tidak akan ada perayaan Natal jika Kristus tidak datang ke dunia untuk menebus kita.
Dia telah mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba dan taat
sampai mati di kayu salib sehingga kita bisa menikmati hadirat Tuhan
hari ini dan mendapat jaminan keselamatan dalam kehidupan kekal.
Demikian pula seharusnya kita bersikap.
Semangat Natal sesungguhnya
adalah semangat yang meneladani Kristus, dimana kita mau meluangkan
waktu, tenaga dan sebagian dari yang kita miliki untuk membantu sesama
kita yang menderita. Mereka pun ada dalam kasih Tuhan, mereka pun
terlukis dalam telapak tanganNya dan tergambar dalam ruang mataNya.
Tuhan mengasihi mereka sama seperti Tuhan mengasihi kita. Dan jika Tuhan
saja mengasihi mereka, kita pun sudah selayaknya mengasihi mereka juga.
Membantu mereka yang kekurangan, membagi sukacita dan berkat kepada
mereka, sehingga mereka bisa tersenyum dan dapat merayakan kelahiran
Kristus bersama kita tanpa harus menangis lagi, itulah semangat Natal
yang sesungguhnya. Mari masuki masa Natal dengan semangat Natal yang
benar.
Merayakan Natal bukan lagi hanya sekedar untuk bertukar kado, membuat kue, mempercantik rumah, bahkan membeli baju baru, tetapi lebih dari itu, yakni berbagi kasih dengan sekeliling kita!