Sepertinya sudah menjadi kebiasaan, ya? Tiap akan berganti tahun, banyak
orang yang membuat resolusi, yang menurut Goenawan Mohamad di tweet-nya
pagi ini padanan yang pas dalam Bahasa Indonesianya adalah tekad,
kecuali untuk layar laptop atau televisi. Resolusi itu sendiri memang
pas dipadankan dengan tekad, dengan resolusi seseorang yang menyatakan
resolusi tersebut bertekad untuk melakukan ha-hal yang ditekadkannya.
Sejauh ingatan, setiap tahun akan berganti, saya tak pernah membuat
resolusi. Semuanya seperti sebuah aliran sungai menuju muara, sesuatu
yang mesti datang dan pergi, mengapa pula harus ditandai dengan
resolusi. Namun demikian, tentu banyak dari anda yang membuat resolusi.
Setidaknya menurut anda sekadar tekad adalah penting, pelaksanaannya itu
soal yang lain.
Untuk itu saya akan mencoba berbagi dengan anda beberapa resolusi yang
mungkin tidak perlu anda ucapkan atau tuliskan bahkan laksanakan.
Tentunya resolusi ini bukan saya yang membuatnya. Teman maya saya yang
sangat baik, Tom “MySpace” Anderson, memberikan beberapa hal tentang resolusi yang pada dasarnya merupakan elemen penting dalam kehidupan.
1. Speak Less, Reflect More
Betapa mudahnya berbicara, demikian yang sering saya dengar. Ada lagi
yang mengatakan, “Lidah Tak Bertulang”. Coba bayangkan kalau lidah
bertulang, apa anda bisa berbicara? Demikianlah, saya sering lebih
banyak suka omong, banyak omongan, ngomong ngalor-ngidul, membual dan
banyak lagi. Mungkin karena sedemikian mudahnya berbicara, kadang hal
yang tidak saya ketahui sering saya bicarakan sehingga terperosok
menjadi sok tahu, sok kenal segala segala sesuatu. Nah ini kesempatan
bagi saya dan kita semua untuk berbicara lebih sedikit, dan meresapi
hal-hal yang dibicarakan lebih banyak. Dengan makin banyak berefleksi,
tentu kita bisa lebih memahami apa yang kita bicarakan. Refleksi penting
bukan hanya mampu menunjukkan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan,
namun tidak diketahui orang, tetapi juga menjadikan kita lebih wisdom.
2. Worry Less, Love More
Apa yang tidak kita khawatirkan di dunia ini? Gaji, uang di saku yang
semakin menipis, kehidupan yang tidak beranjak ke arah yang lebih baik,
pacar yang minta dinikahi, anak yang sakit, dan banyak lainnya. Bahkan
mungkin kita khawatir di tahun depan kiamat benar-benar terjadi. Kita
khawatir jika suatu saat kita tak mampu lagi melakukan apa-apa. Kita
khawatir dipecat dari pekerjaan, kita khawatirkan apa saja, bahkan
posisi klasmen liga Inggris.
Worries aren’t serving anyone nor anything. Worries are expression of the Ego losing control.
Namun kita bisa menepis rasa khawatir itu. Kita bisa menepisnya dengan
membawa sebanyak mungkin keyakinan akan kebaikan dari kehidupan ini.
Berikan cinta yang lebih banyak sesudah itu kita bisa berharap
kekhawatiran akan berkurang.
3. Hold Less, Express More
Memiliki banyak hal sangat penting. Memiliki pengetahuan yang banyak,
kekayaan yang berlimpah merupakan elemen penting yang bisa membuat
seseorang bahagia. Namun kadang permasalahannya tidak sesederhana itu.
Ketika kekayaan sedemikian banyak diperoleh, serasa ada ruang kosng di
dalam diri. Ketika ilmu pengetahuan begitu banyak didapat, serasa perlu
untuk membaginya. Nah, mungkin baik bagi kita untuk memiliki lebih
sedkit dan memberikan lebih banyak. Saya ingat, memberi itu lebih baik
daripada menerima. Makin sedikit kita memiliki, sebenarnya makin banyak
yang kita miliki sebagai ganti yang kita berikan. Kekayaan yang kita
miliki jangan khawatir akan berkurang jika banyak kita ekspresikan
kepada orang lain melalui berbagi. Ilmu pengetahuan yang dibagi akan
menjadi pupuk bagi pohon kehidupan. Betapa sebenarnya kita tak pernah
kekurangan satu apa pun dengan sedikit memiliki.
4. Judge Less, Forgive More
Kritik dan judment sering membuat kita luka. Dalam hal paling tak
berdasar sekalipun kritik dan judment sebenarnyalah sebuah peringatan
bagi kita. Anda, saya dan semua manusia tidak pernah terlepas dari
kritik dan penghakiman orang lain. Kadang kita sedemikian gusarnya
karena sering diberikan secara serampangan. Saya sering mengalami hal
ini. Kadang saya sungguh emosi, kadang saya sedemikian marahnya, mengapa
mereka hanya melakukan kritik, tetapi di sisi lain tidak mampu
memberikan hal yang sama atau malah lebih baik dari apa yang saya
berikan. Saya belajar, rasa marah, gusar, sakit hati karena kritik dan
penghakiman lebih sering menyakiti diri sendiri. Untuk itu mungkin saya
perlu memaafkan saja. Bukan untuk belajar rendah hati, namun
semestinyalah demikian. Rasa marah hanya akan membakar diri sendiri. Ada
baiknya saya memafkan saja dan mencoba melakukan refeksi dari apa yang
orang lain katakan terhadap saya.
Forgiveness is the first medication that must be administered after self-awareness has brought clarity to the situation.
5. Do Less, Be More
Pernah menyisakan waktu untuk diri sendiri dalam beberapa tahun
terakhir? Sering kita bekerja sedemikian giatnya. Tiada henti mengejar
hal-hal di luar diri kita sendiri. Di tahun baru yang segera datang,
mungkin kita perlu memandang lebih ke dalam. Melihat sisi-sisi lain diri
sendiri, mematut-matut diri di kaca (bukan untuk menemukan betapa gagah
atau cantiknya diri). Saya sendiri hampir tak ingat lagi kapan saya
berbicara serius dengan diri saya sendiri dalam suatu waktu yang saya
tentukan. Hampir sebagian besar kehidupan saya adalah tentang bagaimana
saya terliaht di luar sana. Kadang saya malu dengan kenyataan saya tak
pernah memikirkan bagaimana rupa saya dilihat oleh diri saya sendiri.
(diambil dari Catatan Kimi Raikko, http://lifestyle.kompasiana.com/)